
Bupati Mirwan MS dan Polemik Ibadah Umrah Saat Bencana
KATURI HOT – Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS — yang juga sempat menjabat sebagai Ketua DPC Partai Gerindra Aceh Selatan — tengah menghadapi sorotan tajam setelah diketahui melakukan ibadah umrah bersama istri pada 2 Desember 2025, di tengah krisis bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah yang dipimpinnya.
Keberangkatan ini dianggap sangat tidak tepat oleh publik dan partainya sendiri, karena terjadi pada saat daerahnya membutuhkan kepemimpinan aktif dalam penanganan darurat.
Langkah Tegas Partai — Pencopotan dan Persiapan Sidang
Menanggapi kontroversi tersebut, DPP Gerindra memutuskan mencopot Mirwan dari jabatan Ketua DPC Aceh Selatan. Keputusan ini diumumkan pada 5 Desember 2025.
Namun partai tidak berhenti di situ. Habiburokhman, Ketua Mahkamah Partai Gerindra, menyatakan bahwa partai akan segera menggelar sidang internal untuk memeriksa kembali perilaku Mirwan dan mempertimbangkan sanksi yang lebih berat.
Dalam pernyataannya, Habiburokhman menegaskan: “Kita akan sidang segera, akan diberikan sanksi terberat.”
Alasan Pemecatan dan Tekanan dari Pusat
Menurut Sekjen Gerindra Sugiono, keputusan mencopot Mirwan didasari “sikap dan kepemimpinan yang sangat disayangkan.” Menurutnya, tindakan Mirwan bertentangan dengan ikrar kader partai yang mementingkan kepentingan bangsa dan rakyat di atas kepentingan pribadi.
Langkah ini juga mendapat dukungan dari jajaran pimpinan partai pusat, termasuk Sufmi Dasco Ahmad — Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian Gerindra — yang menyarankan agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberhentikan sementara Mirwan sebagai Bupati, dan menunjuk pelaksana tugas (Plt) agar penanganan bencana di Aceh Selatan dapat berjalan maksimal.
Sikap keras partai pusat tersebut mencerminkan betapa seriusnya konsekuensi bagi pejabat publik yang dinilai lalai dalam situasi darurat serta tidak menunjukkan empati kepada masyarakat terdampak bencana.
Respons Pemerintah dan Pertimbangan Hukum
Pemerintah pusat, melalui Kemendagri, juga dikabarkan akan mempertimbangkan pemberian sanksi administratif terhadap Mirwan — termasuk kemungkinan pemberhentian permanen — sesuai dengan regulasi yang mengatur kewajiban kepala daerah saat bencana.
Hal ini mendapat dukungan dari sejumlah anggota legislatif, yang menekankan bahwa kepala daerah seharusnya menjadi garda terdepan dalam penanganan krisis — bukan malah melakukan perjalanan pribadi di tengah kesulitan warga.
Potensi Dampak dan Arti bagi Kepemimpinan Publik
Kasus Mirwan menggambarkan betapa besar konsekuensi bagi pejabat publik ketika tindakan pribadi dipandang bertentangan dengan tugas dan tanggung jawab moral. Pencopotan jabatan partai dan ancaman sidang internal oleh Gerindra bisa menjadi preseden penting bagi partai politik lain dalam menegakkan kedisiplinan dan tanggung jawab kolektif.
Tak hanya dari sisi politik, tindakan tegas ini juga menunjukkan bahwa publik — dan partai — menaruh harapan besar agar pemimpin daerah hadir secara nyata dalam masa krisis. Jika disidang dan terbukti bersalah, sanksi bagi Mirwan bisa menjadi peringatan keras bagi pejabat lain di masa mendatang.
