
KATURI NEWS – Setelah bergelut selama bertahun-tahun dengan tekanan politik dan regulasi di Amerika Serikat, TikTok akhirnya mencapai kesepakatan penting untuk menjual mayoritas bisnisnya di AS, sekaligus mempertahankan sebagian kecil kepemilikan melalui perusahaan induknya, ByteDance Ltd. Kesepakatan tersebut diumumkan secara resmi pada pertengahan Desember 2025 dan menandai babak baru dalam sejarah platform video pendek yang sangat populer tersebut.
Dalam kesepakatan yang disebut sebagai TikTok USDS Joint Venture LLC, ByteDance akan menahan 19,9 persen saham dari entitas baru ini — angka yang merupakan batas maksimum yang diizinkan untuk pemegang asing berdasarkan persyaratan regulasi AS. Mayoritas saham, yaitu 80,1 persen, akan dimiliki oleh konsorsium investor yang dipimpin oleh perusahaan teknologi asal AS dan global seperti Oracle, Silver Lake Management, dan MGX, perusahaan investasi yang berbasis di Abu Dhabi.
Perubahan ini merupakan langkah yang diambil untuk menghindari larangan operasional TikTok di AS, sebuah kemungkinan yang mengancam keberlangsungan aplikasi tersebut di pasar yang sangat strategis dan besar. Pihak ByteDance sejak lama menghadapi kritik dari pemerintah AS terkait isu keamanan data dan kemungkinan pengaruh asing terhadap konten dan informasi user, yang memuncak pada legislasi yang mewajibkan perusahaan memisahkan kepemilikan bisnisnya di negara itu atau menghadapi larangan total.
Struktur Pemilik dan Kontrol Operasional
Menurut keterangan dalam memo internal yang dikirim oleh CEO TikTok, Shou Zi Chew, kepada para karyawan, kesepakatan ini telah ditandatangani dan dirancang untuk menciptakan sebuah entitas independen yang akan mengelola operasi aplikasi di AS secara sepenuhnya sesuai dengan persyaratan hukum setempat. Entitas baru ini akan dipimpin oleh dewan direksi dengan mayoritas anggotanya warga negara AS, demi memastikan kontrol lokal atas kebijakan konten, keamanan data, dan moderasi konten.
Dalam struktur saham yang disepakati, para investor utama seperti Oracle, Silver Lake, dan MGX akan masing-masing memegang 15 persen saham, total 45 persen dari perusahaan baru. Afiliasi investor ByteDance yang sudah ada sebelumnya akan memegang 30,1 persen, sementara ByteDance sendiri mempertahankan 19,9 persen — jumlah yang dirancang untuk mematuhi aturan kepemilikan asing yang ditetapkan oleh Washington.
Alasan dan Dampak Kebijakan
Kesepakatan ini muncul setelah bertahun-tahun negosiasi dan tekanan regulasi, termasuk undang-undang yang disahkan pada 2024 yang mengharuskan ByteDance untuk mendistribusikan dan menjual mayoritas saham TikTok di AS demi alasan keamanan nasional. Meski sempat mengalami kebuntuan dan beberapa kali perpanjangan tenggat waktu, kedua pihak berhasil mencapai kesepakatan akhir di akhir 2025 yang diyakini akan memenuhi syarat legislasi tersebut sekaligus mempertahankan TikTok tetap beroperasi di negara dengan lebih dari 170 juta pengguna aktif bulanan.
Oleh karena itu, transaksi ini tidak hanya penting secara bisnis tetapi juga merupakan bagian dari dinamika geopolitik yang lebih besar terkait hubungan ekonomi dan teknologi antara AS dan China, serta upaya AS untuk mengendalikan pengaruh asing dalam sektor digital yang memiliki dampak luas terhadap budaya, politik, dan ekonomi.
Mekanisme Operasional Baru
Di bawah kesepakatan, TikTok US akan operasikan secara terpisah dari operasi global ByteDance, dengan tanggung jawab penuh atas aspek-aspek seperti perlindungan data pengguna AS, keamanan algoritma, dan moderasi konten. TikTok telah menyatakan bahwa data pengguna AS akan disimpan dan dikelola di infrastruktur yang aman di AS, yang dioperasikan oleh Oracle sebagai mitra keamanan tepercaya — langkah yang dianggap krusial untuk menenangkan kekhawatiran Washington mengenai akses oleh pihak luar.
Meskipun struktur kepemilikan baru ini drastis mengurangi kontrol langsung ByteDance atas TikTok di AS, perusahaan tetap berperan dalam aspek komersial tertentu seperti periklanan, pemasaran, dan interoperabilitas produk global. Meski demikian, rincian lengkap tentang bagaimana peran tersebut akan berfungsi pascapenutupan transaksi masih berkembang seiring mendekati tenggat penutupan yang direncanakan 22 Januari 2026.
Respons dan Tantangan ke Depan
Langkah ini disambut beragam respons; beberapa pihak menyebutnya sebagai solusi pragmatis yang menjaga keberlanjutan TikTok di AS, sementara kritikus mempertanyakan apakah pembatasan kepemilikan 19,9 persen benar-benar cukup untuk menjamin independensi dari pengaruh asing. Terlepas dari perdebatan tersebut, penjualan ini menandai sebuah penyesuaian besar dalam lanskap teknologi global dan setidaknya sementara ini memastikan TikTok dapat terus beroperasi di pasar terbesar kedua di dunia setelah China.
