
KATURI HEALTH – Penyakit ginjal, khususnya Penyakit Ginjal Kronis (PGK), sering dijuluki sebagai “pembunuh senyap” (silent killer). Fakta yang mengkhawatirkan adalah bahwa sebagian besar penderitanya baru menyadari kondisi mereka saat penyakit sudah mencapai stadium lanjut atau parah, bahkan ketika fungsi ginjal sudah di bawah 15% (gagal ginjal stadium akhir). Fenomena keterlambatan deteksi ini bukannya tanpa alasan; hal ini terkait erat dengan cara kerja ginjal, gejala awal penyakit, dan kesadaran masyarakat.
1. Gejala Awal yang Samar dan Tidak Spesifik
Alasan utama mengapa penyakit ginjal terdeteksi terlambat adalah karena gejala awalnya yang sangat samar, ringan, dan sering kali mirip dengan keluhan umum lainnya. Pada stadium awal (stadium 1 dan 2), ketika ginjal masih berfungsi relatif baik (di atas 60%), kerusakan yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala apa pun.
Pada stadium 3, ketika fungsi ginjal sudah menurun secara signifikan, gejala mulai muncul, tetapi sifatnya tidak spesifik atau tidak langsung mengarah pada ginjal, seperti:
- Kelelahan berlebihan dan mudah capek.
- Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki (edema).
- Perubahan frekuensi buang air kecil, terutama malam hari (nokturia).
- Nafsu makan berkurang dan mual ringan.
Gejala-gejala ini sering kali diabaikan atau dianggap sebagai bagian dari penuaan, kelelahan biasa, atau penyakit ringan lainnya. Misalnya, edema sering dikaitkan dengan masalah jantung atau berdiri terlalu lama, bukan disfungsi ginjal. Karena tidak ada rasa sakit atau gejala yang mendesak, penderita cenderung menunda pemeriksaan medis.
2. Kemampuan Kompensasi Ginjal yang Luar Biasa
Ginjal adalah organ yang memiliki cadangan fungsional (kompensasi) yang sangat besar. Seseorang dapat hidup normal bahkan hanya dengan satu ginjal yang sehat. Organ ini memiliki miliaran unit penyaring kecil yang disebut nefron. Ketika beberapa nefron rusak, nefron yang tersisa akan bekerja lebih keras untuk mengambil alih tugas penyaringan.
Kemampuan kompensasi ini berarti bahwa tubuh dapat mempertahankan kadar zat sisa metabolisme (seperti kreatinin dan urea) yang relatif normal dalam darah hingga kerusakan ginjal mencapai 50% atau lebih. Ketika ginjal akhirnya berhenti mengkompensasi, penurunan fungsi terjadi secara drastis, dan gejala-gejala parah muncul dengan cepat. Sayangnya, pada titik ini, kerusakan sudah ireversibel (tidak dapat diperbaiki).
3. Kurangnya Skrining Rutin pada Kelompok Berisiko Tinggi
Deteksi dini PGK hanya bisa dilakukan melalui tes darah dan tes urine sederhana, seperti tes kadar kreatinin dan Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (eLFG), serta pemeriksaan protein dalam urine (albuminuria).
Shutterstock
Explore
Sayangnya, skrining rutin ini seringkali tidak dilakukan secara berkala, terutama pada kelompok berisiko tinggi. Kelompok yang paling rentan terkena PGK adalah mereka yang memiliki kondisi:
- Diabetes Melitus (gula darah tinggi).
- Hipertensi (tekanan darah tinggi).
- Memiliki riwayat keluarga penyakit ginjal.
- Obesitas.
- Usia lanjut.
Banyak penderita diabetes dan hipertensi yang fokus mengendalikan penyakit utamanya namun lalai dalam memantau kesehatan ginjal mereka, padahal kedua penyakit tersebut adalah penyebab utama PGK di seluruh dunia. Kurangnya edukasi dan kesadaran akan pentingnya tes urin dan darah rutin untuk mendeteksi kerusakan ginjal pada tahap awal menjadi penghalang besar.
Kesimpulannya, kombinasi dari gejala awal yang tidak jelas, kemampuan ginjal untuk berfungsi secara normal meskipun sudah mengalami kerusakan parah, dan kurangnya kesadaran untuk melakukan skrining dini pada kelompok berisiko tinggi adalah faktor utama yang menyebabkan PGK baru terdeteksi ketika sudah terlambat dan memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis atau transplantasi.
