
KATURI NEWS – Ketegangan antara Kerajaan Kamboja dan Kerajaan Thailand kembali memuncak di sepanjang perbatasan yang telah lama disengketakan. Konflik yang awalnya berkaitan dengan klaim wilayah dan garis batas yang tidak sepenuhnya disepakati terus berkembang menjadi konfrontasi militer besar yang memicu evakuasi massal warga sipil, korban tewas, dan perhatian internasional.
Awal Ketegangan dan Aksi Militer
Benturan terbaru bermula ketika kontak senjata terjadi di beberapa titik perbatasan, termasuk area yang diperebutkan sekitar wilayah provinsi Preah Vihear dan Oddar Meanchey di Kamboja serta beberapa provinsi di Thailand timur laut. Kedua negara saling tuduh sebagai pihak yang memulai serangan. Kamboja menyatakan bahwa Thailand melancarkan serangan udara dan penggunaan artileri berat, sementara Bangkok menuduh pasukan Kamboja menggunakan BM-21 dan roket terhadap posisi Thailand.
Konfrontasi ini merupakan eskalasi dari konflik yang sudah berlangsung sejak bertahun-tahun, terkait wilayah yang belum jelas batasnya sejak era kolonial. Meski sempat ada gencatan senjata yang dimediasi secara internasional pada pertengahan 2025, pertempuran kembali meletus akhir tahun ini setelah skirmish (perkelahian kecil) yang melukai tentara Thailand dan memuncak dalam gelombang serangan yang lebih luas.
Skala Dampak dan Evakuasi Besar-besaran
Akibat bentrokan intens — yang kini telah memasuki hari keempat — lebih dari 500.000 warga sipil dari kedua sisi perbatasan terpaksa mengungsi ke tempat-tempat aman seperti sekolah, kuil Buddha, dan fasilitas darurat lainnya. Banyak dari mereka meninggalkan rumah dan harta benda demi keselamatan setelah serangan udara, tembakan artileri, atau ancaman langsung terhadap komunitas lokal.
Korban tewas akibat bentrokan terus bertambah. Laporan terbaru menyebutkan setidaknya 15 orang tewas — termasuk tentara dan warga sipil — serta banyak lagi yang terluka. Kondisi ini menunjukkan konflik tidak hanya berdampak pada militer, tetapi juga secara tragis menimpa penduduk sipil yang tinggal di wilayah yang menjadi zona benturan.
Ketegangan Politik dan Upaya Diplomasi
Konflik ini tidak hanya berdampak di medan pertempuran, tetapi juga mengakibatkan gejolak politik dan diplomasi. Kamboja telah mengajukan permintaan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk campur tangan dan mengecam apa yang disebut Phnom Penh sebagai “serangan militer yang tidak diprovokasi” oleh Thailand. Permintaan ini menandai eskalasi dari sekadar sengketa bilateral menjadi permasalahan keamanan internasional.
Sementara itu, Presiden Donald Trump dari Amerika Serikat berencana melakukan panggilan telepon kepada para pemimpin kedua negara dalam usaha mendorong penyelesaian damai, setelah sebelumnya dia terlibat dalam memediasi gencatan senjata. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa hingga kini bentrokan masih berlanjut meskipun ada dorongan diplomatik.
Sikap Kedua Negara dan Tantangan Perdamaian
Pemerintah Thailand, melalui pernyataan militer dan pejabatnya, menegaskan bahwa mereka bertekad mempertahankan kedaulatan nasional serta menyingkirkan apa yang mereka pandang sebagai ancaman jangka panjang dari pasukan Kamboja di wilayah tertentu. Sikap ini menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan internasional, Bangkok masih memilih pendekatan keras untuk menyelesaikan sengketa.
Di sisi lain, Kamboja percaya bahwa tindakan militer Thailand telah melewati batas dan melanggar aturan hukum internasional, utamanya ketika serangan militer terjadi di zona yang menurut Phnom Penh adalah wilayahnya. Ini menjadi alasan permintaan mereka untuk membawa isu ini ke forum global seperti PBB.
Dampak Regional dan Humanitarian
Konflik ini tak hanya memengaruhi hubungan bilateral antara Kamboja dan Thailand, tetapi juga berdampak pada kehidupan masyarakat di kawasan ASEAN yang lebih luas. Ribuan pekerja migran, pedagang lintas batas, dan pelaku usaha kecil terdampak penutupan atau pembatasan perlintasan perbatasan. Negara tetangga bahkan mengeluarkan peringatan perjalanan untuk warganya agar tidak mendekati kawasan konflik.
Lembaga kemanusiaan telah memperingatkan tentang kekurangan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan di tempat-tempat pengungsian, karena ribuan orang bahkan harus pindah jauh dari rumah mereka tanpa cukup dukungan logistik.
Kesimpulan
Ributnya konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand mencerminkan situasi yang jauh dari kata damai setelah gencatan senjata sebelumnya. Pertempuran bersenjata yang melibatkan pesawat, artileri, dan kapal tempur udara telah mengguncang wilayah perbatasan yang sudah lama rawan, memaksa ratusan ribu warga sipil mengungsi, menimbulkan korban jiwa, serta menarik perhatian internasional. Meskipun ada dorongan diplomatik — termasuk intervensi dari negara ketiga seperti Amerika Serikat dan permintaan kepada PBB — situasi menunjukkan tantangan besar dalam meredakan konflik yang memiliki akar sejarah panjang dan kompleks ini.
