
KATURI NEWS – Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan kembali menegaskan komitmennya untuk mendorong upaya perdamaian dalam perang Rusia-Ukraina saat melakukan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 12 Desember 2025. Dalam pembicaraan yang berlangsung di sela-sela KTT Internasional untuk Perdamaian dan Keamanan di Ashgabat, Turkmenistan, Erdoğan menyampaikan seruan agar gencatan senjata terbatas diterapkan, terutama bagi wilayah yang melibatkan fasilitas energi dan pelabuhan — dua sektor yang menjadi sasaran serangan dalam konflik yang kini telah memasuki tahun ketiga.
Pertemuan ini digelar empat mata antara kedua pemimpin dengan fokus utama pada upaya meredakan ketegangan yang masih berkepanjangan antara Moskow dan Kyiv. Erdoğan menekankan bahwa usaha mencapai perdamaian yang adil dan langgeng merupakan upaya berharga, sekaligus menyinggung bahwa kesepakatan gencatan senjata terbatas bisa memberikan keuntungan praktis bagi kedua pihak, terutama dalam mengurangi dampak pada infrastruktur penting seperti energi dan pelabuhan.
Dalam pernyataannya, pemimpin Turki itu mengatakan bahwa Ankara mengikuti proses negosiasi yang bertujuan mengakhiri perang dan siap menjadi tuan rumah dalam berbagai format perundingan untuk mencapai solusi damai. Erdoğan juga menyatakan kesiapan Turki untuk mendukung setiap langkah yang dianggap konstruktif menuju deeskalasi konflik.
Seruan Erdoğan ini mencerminkan peran Turki sebagai mediator yang sering muncul sejak konflik dimulai pada awal 2022. Turki sebelumnya telah menginisiasi beberapa upaya diplomatik, termasuk menjadi tuan rumah perundingan antara delegasi Rusia dan Ukraina. Meski belum menghasilkan perdamaian penuh atau gencatan senjata komprehensif, pertemuan-pertemuan tersebut menunjukkan keinginan Ankara untuk memfasilitasi dialog antara kedua belah pihak.
Gencatan senjata terbatas yang diserukan oleh Erdoğan berbeda dengan proposal gencatan penuh yang sering diajukan oleh negara lain seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ide yang diusulkan di sini lebih menitikberatkan pada penghentian sementara serangan terhadap fasilitas strategis tertentu—misalnya instalasi energi dan pelabuhan—daripada menghentikan seluruh permusuhan di seluruh garis depan.
Sejak awal konflik, berbagai pihak internasional telah mengajukan beragam proposal perdamaian, termasuk gencatan senjata penuh untuk jangka waktu tertentu seperti 30 hari. Proposal-proposal itu banyak mendapat sambutan dari Kyiv dan sekutu Baratnya, sementara Moskow kerap mensyaratkan kondisi tertentu sebelum bersedia menerima gencatan penuh.
Namun, situasi di medan perang tetap dinamis. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Rusia bahkan menolak proposal gencatan senjata yang mencakup semua garis depan, sehingga menciptakan kebuntuan dalam pembicaraan perdamaian. Rusia lebih tertarik pada bentuk gencatan yang terbatas atau di area tertentu, seperti menghentikan serangan terhadap fasilitas tertentu.
Kendati demikian, upaya Erdogan ini menunjukkan diplomasi aktif Turki di panggung internasional, dengan harapan membuka celah bagi perdamaian. Meski tantangan tetap besar dan perbedaan pandangan antara Kyiv dan Moskow masih tajam, langkah serupa bisa membantu mengurangi intensitas konflik dan memupuk kepercayaan di antara pihak yang bertikai.
Pertemuan Erdoğan dan Putin berakhir tanpa pengumuman publik mengenai kesepakatan detail, tetapi pernyataan kedua belah pihak mencerminkan keinginan untuk terus menjajaki solusi damai. Turki tetap menjadi salah satu negara yang mendorong dialog dan gencatan terbatas sebagai langkah awal meredakan konflik yang telah menimbulkan dampak global besar.
