
KATURI ENTERTAIN – Pada awal Desember 2025, polisi di Bali menangkap Bonnie Blue — nama panggung dari Tia Emma Billinger — atas dugaan produksi dan penyebaran konten asusila. Penangkapan dilakukan di sebuah studio di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, setelah adanya laporan masyarakat yang mencurigakan terhadap aktivitas di lokasi tersebut.
Penggerebekan dan Penangkapan
Menurut keterangan dari Kapolres Badung, Polres Badung, dalam penggerebekan pada Kamis (4/12/2025) pukul sekitar 14.30 WITA ditemukan sejumlah kamera rekaman, alat kontrasepsi, serta satu unit mobil pikap biru bertuliskan “Bonnie Blue’s BangBus” — yang diduga digunakan dalam proses produksi konten dewasa.
Total sebanyak 18 warga negara asing (WNA) diamankan. Dari jumlah tersebut, 15 WNA berasal dari Australia, dan 3 WNA berkewarganegaraan Inggris — termasuk Bonnie Blue. Mereka langsung diperiksa sebagai terduga pelaku.
Latar Belakang Bonnie Blue
Bonnie Blue bukan sosok baru dalam industri konten dewasa. Sejak Oktober 2024, ia sudah dikenal karena melakukan klaim kontroversial: bahwa ia pernah berhubungan seks dengan ratusan pria berusia 18–19 tahun untuk kontennya.
Tudingan dan klaim terbesarnya datang pada Januari 2025 — ketika ia mengatakan telah “ngeseks dengan 1.057 pria dalam 12 jam”, sebuah klaim yang jika benar dianggap memecahkan rekor sebelumnya oleh salah satu bintang porno internasional.
Klaim ini memang memancing kontroversi besar, banyak netizen menyebutnya predator seks karena dianggap “memanfaatkan anak muda demi keuntungan pribadi”.
Reaksi Publik dan Petisi Boikot
Pasca penggerebekan, muncul gelombang protes dari publik di Indonesia, terutama dari warga maya. Sebuah petisi online di platform petisi mendesak agar visa Bonnie Blue dicabut, menolak kehadirannya di kawasan mereka — apalagi mengingat statusnya sebagai artis pornografi dan klaim “rekor seks” yang sangat kontroversial. Petisi ini sempat memperoleh ribuan dukungan.
Banyak warga berharap aparat hukum menjalankan proses sesuai hukum — agar tidak terjadi pelanggaran terhadap norma dan regulasi Indonesia tentang pornografi dan moral publik.
Potensi Pelanggaran Hukum dan Status Kasus
Menurut laporan media, polisi menduga bahwa studio yang digerebek itu dipakai untuk membuat video asusila. Polisi telah menyita alat bukti rekaman, peralatan produksi, dan mobil pikap. Kasus ini masuk ranah pidana berdasarkan undang-undang lokal yang melarang produksi dan distribusi pornografi — sehingga Bonnie Blue dan terduga lainnya bisa berhadapan dengan hukuman berat.
Namun hingga saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap seluruh orang yang diamankan, untuk mengusut peran masing-masing. Pemeriksaan ini bertujuan memastikan apakah benar terjadi produksi konten dewasa secara ilegal, sebelum penetapan status hukum akhir.
Implikasi Sosial dan Norma Lokal
Kasus Bonnie Blue memantik perdebatan lebih luas tentang bagaimana norma, hukum, dan budaya lokal di Indonesia, khususnya Bali, menanggapi pornografi dan seks bebas — terutama ketika melibatkan warga asing. Hal ini juga menunjukkan bahwa meskipun seseorang berasal dari luar negeri, hukum Indonesia tetap bisa berlaku berdasarkan wilayah hukum setempat.
Bagi masyarakat Indonesia yang konservatif dalam hal moral dan agama, penangkapan ini dianggap sebagai bentuk penegakan norma dan hukum — sekaligus peringatan bahwa konten dewasa dan kegiatan sejenis tidak bisa dianggap remeh, apalagi jika dipublikasikan secara global.
Kesimpulan
Penangkapan Bonnie Blue di Bali bukan hanya soal tindakan individu, tetapi juga soal bagaimana masyarakat, hukum, dan norma menjaga batas moral dan legalitas dalam era digital dan globalisasi. Kasus ini menegaskan bahwa produksi konten asusila di wilayah Indonesia tetap dapat diproses hukum — apapun kewarganegaraannya — dan mendapat perhatian publik luas.
