
KATURI NEWS – Pemerintah melalui Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) mengambil langkah khusus dengan memberikan remisi atas kejadian luar biasa kepada narapidana atau warga binaan pemasyarakatan yang terdampak bencana banjir di sejumlah wilayah Sumatra. Kebijakan ini diterapkan bagi warga binaan yang berada di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, yang wilayahnya dilanda banjir dan bencana alam lainnya dalam beberapa waktu terakhir.
Langkah tersebut diambil sebagai bentuk respons kemanusiaan atas kondisi darurat yang dialami para warga binaan dan keluarga mereka. Banjir yang melanda sejumlah daerah di Sumatra menyebabkan kerusakan rumah, fasilitas umum, serta mengganggu aktivitas masyarakat. Tidak sedikit keluarga warga binaan yang terdampak langsung, kehilangan tempat tinggal, harta benda, hingga sumber penghidupan.
Dalam situasi tersebut, pemerintah menilai perlu adanya kebijakan khusus agar warga binaan dapat membantu keluarga mereka yang tengah menghadapi kondisi sulit. Remisi kejadian luar biasa ini diberikan dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan, keselamatan, serta kondisi darurat akibat bencana alam.
Pernyataan “jangan dicari, biarkan dulu bantu keluarga” mencerminkan pendekatan persuasif dan humanis yang diambil pemerintah. Aparat diminta untuk tidak melakukan tindakan represif terhadap warga binaan yang mendapat remisi atau izin khusus, selama mereka menjalankan tujuan kemanusiaan, yaitu membantu keluarga yang terdampak bencana. Kebijakan ini sekaligus menunjukkan bahwa negara hadir tidak hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai pelindung masyarakat dalam situasi darurat.
Kemenimipas menegaskan bahwa pemberian remisi ini tetap melalui proses administrasi dan verifikasi yang ketat. Tidak semua narapidana otomatis mendapatkan remisi. Warga binaan yang diprioritaskan adalah mereka yang memang terdampak langsung oleh bencana, berkelakuan baik selama menjalani masa pidana, serta tidak termasuk dalam kategori pelaku kejahatan berat tertentu. Dengan demikian, kebijakan ini tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.

Selain itu, pihak pemasyarakatan di daerah terdampak juga dilaporkan mengalami gangguan operasional akibat banjir. Beberapa lapas dan rutan menghadapi keterbatasan logistik, kerusakan fasilitas, hingga kendala keamanan. Dalam kondisi seperti ini, pemberian remisi dinilai dapat mengurangi beban lapas serta meminimalkan potensi risiko yang lebih besar.
Kebijakan ini mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian pihak menilai langkah pemerintah sebagai bentuk empati dan keadilan sosial, mengingat bencana alam merupakan kejadian di luar kendali manusia. Namun, ada pula yang meminta agar pengawasan tetap dilakukan agar kebijakan tersebut tidak disalahgunakan. Pemerintah menegaskan bahwa pengawasan tetap berjalan dan koordinasi dengan aparat daerah terus dilakukan untuk memastikan situasi tetap kondusif.
Pemerintah juga mengimbau warga binaan yang menerima remisi untuk tetap bertanggung jawab dan mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Remisi ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membantu keluarga, memperbaiki kondisi pascabencana, serta menjadi momentum refleksi bagi warga binaan dalam menjalani proses pembinaan.
Secara keseluruhan, pemberian remisi bagi narapidana terdampak bencana di Sumatra menunjukkan pendekatan yang lebih berimbang antara penegakan hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. Di tengah bencana alam yang melanda, pemerintah berupaya memastikan bahwa aspek kemanusiaan tetap menjadi prioritas, tanpa mengabaikan prinsip keadilan dan ketertiban hukum.
