
KATURI HOT – Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatera, meliputi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, telah menyisakan duka mendalam dengan ratusan korban jiwa dan ribuan warga mengungsi. Tragedi ekologis ini bukan hanya dipicu oleh faktor cuaca ekstrem, tetapi juga memunculkan sorotan tajam terhadap dugaan kerusakan lingkungan yang masif, terutama akibat aktivitas pertambangan ilegal dan praktik pertambangan yang tidak bertanggung jawab.
Menyikapi krisis ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan komitmennya untuk mengambil tindakan tegas dan tanpa pandang bulu terhadap seluruh perusahaan pertambangan yang tidak taat aturan, termasuk menuntaskan permasalahan tambang ilegal yang selama ini ditengarai menjadi biang keladi kerusakan ekosistem.
Kerusakan Lingkungan Akumulatif dan Dugaan Keterlibatan Tambang Ilegal
Banjir bandang di Sumatera pada akhir November hingga awal Desember 2025 ini disebut oleh para aktivis lingkungan sebagai manifestasi dari kerusakan ekologis yang terakumulasi selama bertahun-tahun. Cuaca ekstrem hanya bertindak sebagai pemicu, sementara akar masalahnya terletak pada hilangnya daya serap air di hulu akibat deforestasi dan pengundulan hutan.
Dugaan kuat mengarah pada aktivitas pertambangan yang tidak memenuhi kaidah pertambangan yang baik (good mining practice), serta maraknya Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal. Data dari Bareskrim Polri mencatat jumlah PETI yang signifikan di wilayah terdampak. Contohnya, Sumatera Utara tercatat memiliki 396 PETI (emas, pasir, galian tanah), Aceh dengan 65 PETI (emas), dan Sumatera Barat dengan 4 PETI (emas). Jumlah ini menunjukkan betapa meluasnya praktik ilegal yang merusak tutupan lahan dan daerah resapan air.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bahkan menilai Sumatera telah diperlakukan sebagai “zona pengorbanan” dengan adanya sedikitnya 1.907 wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batu bara aktif yang mencakup jutaan hektare lahan. Pelepasan fungsi lindung melalui skema Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) juga dituding sebagai pintu utama legalisasi ruang ekstraksi yang memperparah kondisi.
Janji Menteri Bahlil: Sanksi Tegas dan Evaluasi Menyeluruh
Dalam responsnya terhadap bencana ini, Menteri Bahlil secara terbuka menyatakan komitmennya untuk menindak tegas. “Saya ingin menegaskan bahwa saya tidak akan pandang bulu… untuk memberikan tindakan bagi semua perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, yang tidak menaati atau tidak menjalankan sesuai dengan aturan yang ada,” tegas Bahlil.
Janji ini tidak hanya menyasar tambang ilegal, tetapi juga melibatkan evaluasi total terhadap izin-izin pertambangan yang sah namun disinyalir tidak menjalankan good mining practice dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Pihak Kementerian ESDM, melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, diperintahkan untuk segera melakukan evaluasi dan menindak tegas badan usaha yang melanggar. Pencabutan izin pertambangan pun menjadi ancaman serius bagi perusahaan yang terbukti tidak tertib.
Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjadikan bencana di Sumatera sebagai momentum untuk menata ulang tata kelola sektor tambang. Menteri Bahlil, yang memiliki pengalaman sebagai mantan pelaku usaha tambang, menekankan pentingnya perusahaan menyediakan jaminan biaya reklamasi pascatambang untuk memastikan tanggung jawab lingkungan. Kebijakan ini bertujuan mencegah praktik lama di mana pengusaha hanya mengambil sumber daya lalu meninggalkan hutan dan lingkungan dalam keadaan rusak.
Menuju Tata Kelola Tambang yang Bertanggung Jawab
Meskipun terdapat bantahan awal dari Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung yang menyebut lokasi operasional tambang berizin berada cukup jauh dari titik bencana, komitmen inspeksi langsung melalui pantauan udara yang akan dilakukan oleh Menteri Bahlil menandakan bahwa pemerintah tidak akan menutup mata. Fokus utama saat ini adalah penanganan darurat dan pemulihan, namun langkah strategis untuk memberantas tambang ilegal dan mengevaluasi izin tambang yang bermasalah harus segera direalisasikan.
Penanganan tambang ilegal yang kerap berhadapan dengan kekuatan modal dan godaan materi, memerlukan sinergi kuat antara Kementerian ESDM, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), aparat penegak hukum, serta pemerintah daerah. Tragedi kemanusiaan dan ekologis di Sumatera harus menjadi titik balik, di mana penegakan hukum lingkungan tidak lagi tumpul di hadapan kekuatan korporasi. Janji “sikat seluruh tambang ilegal” adalah sebuah harapan baru bagi pemulihan ekosistem Sumatera dan perlindungan masyarakat dari bencana ekologis berulang.
