
KATURI NEWS – Kejadian banjir bandang yang melanda beberapa wilayah di Vietnam akhir November 2025 menjadi latar bagi sebuah kisah kemanusiaan yang menyentuh. Salah satu kisah paling menonjol datang dari seorang wisatawan asing — Arshaad Yousuph — yang tengah berlibur di kawasan wisata Nha Trang saat bencana terjadi. Meski sebagai turis, ia memilih untuk turun tangan membantu warga setempat yang terdampak. Foto-foto yang memperlihatkan dirinya membantu korban telah dibagikan luas di media sosial — banyak netizen memanggilnya “pahlawan.”
Kronologi: Dari Liburan ke Aksi Penyelamatan
Arshaad Yousuph berada di Nha Trang sejak sekitar dua pekan sebelum banjir melanda. Ketika air mulai naik dan banjir menyergap — khususnya pada malam 19 November 2025 — ia melihat sekumpulan unggahan di Facebook yang mengungkap kondisi warga terjebak air dan rumah yang mulai roboh. Salah satu video menunjukkan adanya keluarga yang terdampak langsung, dengan jeritan panik meminta pertolongan.
Meski mengalami kendala bahasa, Yousuph tidak tinggal diam. Dia sempat mendatangi markas militer setempat untuk bergabung dalam tim penyelamat, namun karena saluran darurat padam dan telepon tidak bisa dihubungi, ia memutuskan pergi berjalan kaki sekitar tiga kilometer ke lokasi pengungsian darurat di wilayah Tay Nha Trang Ward. Di tengah kegelapan dan air setinggi pinggang orang dewasa, ia membantu mengevakuasi warga — terutama anak-anak, lansia, dan mereka yang lemah — dengan bantuan jaket pelampung, makanan, dan air bersih.
Bentuk Bantuan: Bukan Sekadar Evakuasi
Peran Yousuph tidak hanya terbatas pada evakuasi malam itu. Beberapa hari setelah banjir, ia bergabung dengan relawan lokal dan ikut membantu distribusi bantuan — mulai dari beras, mie instan, obat-obatan — ke keluarga yang terisolasi karena jalan terendam atau akses transportasi terputus. Bahkan ia ikut membantu pulihkan infrastruktur darurat seperti mendistribusikan peralatan bagi rumah sakit lokal.
Dalam sebuah wawancara, Yousuph mengaku tertekan saat pertama kali mendengar tangisan warga lewat video: “Suaranya panik,” katanya. Namun rasa kemanusiaan membuat dia tak bisa tinggal diam. Dengan kondisi fisik prima — meski tanpa pengalaman SAR profesional — ia memilih untuk membantu sesuai kemampuannya.
Respons Warga dan Media Sosial: Dari Turis ke “Pahlawan”
Foto-foto keberanian dan aksi nyata Yousuph menyebar luas di media sosial. Warga lokal membagikan foto-foto tersebut, mengiringi dengan pujian dan terima kasih. Banyak yang menilai tindakannya sebagai simbol solidaritas universal — bahwa dalam situasi krisis, batas negara dan kebangsaan tidak menjadi soal.
Namun, Yousuph sendiri mengaku tidak nyaman dengan julukan “pahlawan.” Ia mengatakan dirinya hanya orang biasa, dengan “hati yang peduli,” yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang tepat untuk membantu. Baginya, hal paling penting adalah membantu sesama — tanpa pamrih.
Karena Banjir, Vietnam Mengalami Kerusakan Luas
Banjir yang melanda Nha Trang bagian dari serangkaian hujan dan banjir ekstrem yang melanda wilayah tengah Vietnam pada November 2025. Sejumlah kabupaten dan kota di kawasan tersebut mengalami banjir bandang, rumah-rumah hancur, jalan-jalan terendam, ribuan warga mengungsi, dan akses listrik serta komunikasi sempat terputus.
Situasi ini memaksa banyak wisatawan dan warga asing yang berada di sana untuk dievakuasi — namun bagi sebagian, seperti Yousuph, bencana justru menjadi panggilan untuk membantu.
Makna dari Aksi “What If It Was You?”
Kasus Arshaad Yousuph menjadi cerminan bahwa dalam kondisi darurat, kemanusiaan dapat melampaui identitas, kewarganegaraan, atau profesi. Bencana kadang datang tanpa pandang bulu — dan bantuan bisa datang dari siapa saja, bahkan dari orang asing yang kebetulan berada di sana.
Tindakannya membuka mata banyak orang, bahwa solidaritas dan keberanian bisa muncul dari sisi tak terduga. Bukan karena seseorang dilatih khusus sebagai relawan — tetapi karena keberanian untuk bertindak saat melihat penderitaan orang lain.
Semoga kisah ini juga menginspirasi lebih banyak wisatawan maupun warga untuk menjadi bagian dari solusi — bukan hanya penonton — ketika tragedi terjadi.
