
KATURI HOT – Pada hari Senin, 10 November 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan di Indonesia, Presiden Prabowo Subianto akan secara resmi mengumumkan gelar “Pahlawan Nasional” bagi sepuluh tokoh bangsa. Salah satu nama yang sudah pasti masuk adalah Presiden ke-2 RI Soeharto. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi setelah rapat terbatas di kediaman Presiden pada Minggu malam.
Proses dan Latarnya
Pemberian gelar Pahlawan Nasional di Indonesia merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan kepada individu yang dianggap memiliki jasa luar biasa bagi bangsa dan negara, baik dalam masa perjuangan kemerdekaan maupun dalam pembangunan setelahnya.
Dalam hal ini, proses pemilihan sepuluh tokoh tersebut telah melibatkan beberapa tahapan: pengusulan dari tingkat daerah, pengkajian akademik oleh tim yang ditunjuk, hingga finalisasi dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo bersama Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon.
Menteri Prasetyo menegaskan bahwa Presiden telah meminta masukan dari Ketua MPR dan Wakil Ketua DPR dalam penentuan nama-nama ini untuk memastikan bahwa pemberian gelar telah “melalui berbagai masukan”.
Menurut pernyataan dari Kementerian Sosial, sejumlah nama yang diusulkan sebelumnya termasuk Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah.
Nama-nama yang diusulkan
Beberapa tokoh yang masuk dalam daftar usulan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia / Tim Peneliti & Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) antara lain:
- Abdurrahman Wahid (Gus Dur) – Presiden RI ke-4, dikenal sebagai pemimpin yang mengambil langkah pluralisme dan reformasi.
- Soeharto – Presiden RI ke-2, disebut secara resmi akan masuk dalam daftar penerima gelar.
- Bisri Sansuri – Tokoh keagamaan dari Jawa Timur, termasuk dalam daftar usulan.
- Idrus bin Salim Al‑Jufri – Tokoh dari Sulawesi Tengah, juga diusulkan.
- Teuku Abdul Hamid Azwar – Tokoh dari Aceh yang masuk daftar usulan.
- Abbas Abdul Jamil – Dari Jawa Barat, termasuk dalam daftar usulan.
- Anak Agung Gede Anom Mudita – Tokoh Bali, satu dari usulan baru tahun ini.
- Deman Tende – Tokoh dari Sulawesi Barat, juga masuk sebagai usulan baru.
- Prof. Dr. Midian Sirait – Tokoh dari Sumatera Utara.
- Yusuf Hasim – Tokoh dari Jawa Timur, juga termasuk daftar usulan.
Pemerintah menyebut bahwa pemberian gelar ini adalah penghormatan bagi para pendahulu yang telah memiliki peran besar bagi bangsa dan negara.
Kontroversi dan Reaksi Publik
Meski pemerintah menyampaikan bahwa proses telah melalui pertimbangan matang, pengumuman ini tidak lepas dari kritik dan polemik, terutama terkait pemberian gelar kepada Soeharto. Beberapa kalangan menyatakan bahwa masa pemerintahan Soeharto yang panjang (lebih dari 30 tahun) tidak hanya menorehkan pembangunan dan stabilitas, tetapi juga catatan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi besar-besaran.
Kelompok aktivis hak asasi manusia dan masyarakat sipil memperingatkan bahwa pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional berpotensi menjadi bentuk revisi sejarah, atau mengabaikan korban pelanggaran yang terjadi pada era tersebut.
Sementara itu, bagi pendukung, pengangkatan ini dianggap sebagai upaya memperkuat identitas nasional dan menghargai figur pemimpin masa lalu yang dianggap berjasa dalam pembangunan nasional.
Makna dan Implikasi
- Penguatan Narasi Nasional
Pemberian gelar ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menegaskan narasi sejarah bangsa — bahwa ada tokoh-tokoh yang layak dikenang dan dihormati karena kontribusinya. - Pengakuan atas Beragam Perjuangan
Dengan memasukkan tokoh dari latar sangat berbeda — seorang presiden militer seperti Soeharto, presiden reformis seperti Gus Dur, dan aktivis buruh seperti Marsinah — pemerintah tampak mencoba memperluas definisi “pahlawan nasional” bukan hanya pejuang kemerdekaan klasik tetapi juga tokoh pembangunan dan sosial. - Tantangan Rekonsiliasi Sejarah
Penetapan ini juga mendorong dialog publik tentang bagaimana kita memaknai jasa versus kesalahan tokoh-tokoh besar. Bila aspek negatif dari masa lalu diabaikan, maka potensi konflik narasi sejarah bisa meningkat. - Momentum Politik
Karena pemberian gelar dilakukan oleh Presiden Prabowo yang menjabat dalam konteks politik saat ini, banyak pengamat menilai bahwa momentum ini memiliki makna politik — baik dalam memperkuat basis dukungan maupun dalam membentuk citra pemerintahan.
Kesimpulan
Keputusan Presiden Prabowo Subianto menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional adalah langkah resmi yang penting dalam menghormati tokoh-tokoh yang dianggap berjasa bagi bangsa. Adanya nama-nama besar seperti Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah menunjukkan bahwa penghargaan ini dirancang untuk mencakup spektrum yang luas — dari politik pemerintahan nasional hingga perjuangan sosial.
Namun, seperti halnya setiap pengakuan sejarah, keputusan ini tidak bisa dipisahkan dari diskusi tentang konteks masa lalu, keberhasilan dan juga kegagalan tokoh-tokoh tersebut. Perdebatan publik yang muncul menggarisbawahi bahwa identitas nasional dan sejarah bersama kita adalah ranah yang dinamis—dan memerlukan refleksi jujur.
